Pages

Kamis, 04 September 2014

Sang Kyai dan Burung Beo


Assalamualaikum Wr. Wb.
Kali ini saya ingin berbagi cerita dari seorang ulama' yang disampaikan ketika ceramah dan ditayangkan di ASWAJA TV. Langsung saja ceritanya begini,

Di Suatu Pondok Pesantren, terdapat seorang Kyai pengasuh pondok tersebut yang sangat senang memelihara Burung Beo. Beliau sangat menyukainya karena burung Beo tersebut selalu melafadzkan kalimat-kalimat thoyyibah "Subhanallah, Alhamdulillah, Laa Ilaaha Illa Allah, Astaughfirulloh". Saat beliau memberi makan ke burung beonya, si burung beo tersebut berucap hal yang sama berulang-ulang.
Suatu ketika saat malam beliau mengajar mengaji, burung beonya ia taruh dalam kandang. kemudian ada seorang santri yang juga ingin memberi makan burung beo tersebut dan lupa menutup kandang tersebut. Beberapa saat kemudian, ada seekor kucing yang sedang lapar masuk ke tempat kandang burung beo ditaruh, dan melihat pintu kandang beo tersebut terbuka, sehingga si kucing tersebut menabrakkan dirinya dan mencoba mengambil burung beo tersebut dengan gigi taring dan cakarnya. Si burung beo pun terluka parah. Saat Sang Kyai masuk, ia melihat burung beonya terluka parah dan tak dapat bernapas, hanya terdengar "KHROOOK KHROOOk KHROOOK..." dan burung beo itupun meninggal.
Sepeninggal burung beo kesayangannya, Sang Kyai selalu nampak sedih, murung dan muka yang selalu menciut. Para Santri yang melihat kondisi kyai tersebut tidak tahan dan tidak tega dengan kyainya yang terus bersedih kehilangan burung beo kesayangannya. Akhirnya, muncullah ide dari para santrinya untuk iuran membelikan burung beo baru yang lebih bagus dan lebih pintar dari sebelumnya. Mereka kemudian datang ke dhalem kyai dan bertemu dengan kyainya. 
"Ada apa ini kok rame2 datangnya?" ucap sang Kyai. Salah satu santripun menjawab, "Ngapunten Kyai, kami melihat kyai selalu murung dan sedih setelah burung beo kesayangan Kyai meninggal". "Maksud kalian?" Kyai langsung memotong pembicaraan. "Jadi kedatangan kami kemari untuk memberikan burng beo baru yang lebih bagus, cantik dan lebih pintar dari dulu kyai". "Tunggu dulu, tunggu dulu. Jadi kalian mengira saya sedih karena burung beo saya yang mati itu?" jawab sang Kyai sambil tersenyum. "Bukan itu santri-santriku, kalau untuk alasan itu, saya bisa cari sendiri burung beo yang lebih bagus, mahal, cantik dan lebih pintar dari sebelumnya. Saya sedih karena selama ini burung beo saya itu selalu mengucapkan kalimat-kalimat thoyyibah, tapi saat sakaratul maut menghampirinya, ia tak sedetikpun dan sedikitpun mengucapkan kalimat-kalimat itu. Aku sedih dan takut jikalau kita yang setiap hari selepas shalat selalu berdzikir, membaca kalimat thoyyibah, membaca al-qur'an, mengaji kitab-kitab, tapi ketika sakarotul maut, aku khawatir aku tidak bisa mengucapkan kalimat2 itu seperti yang biasa aku ucapkan, dan mati dalam keadaan su'ul khotimah. makanya aku sedih, dan murung semenjak melihat burung beoku sakarotul maut seperti itu. karena Allahlah yang tahu tingkat amal ibadah kita. Perbanyaklah istighfar untuk meminta pengampunan dari Nya".

Mudah-mudahan dari cerita tersebut kita bisa mengambil hikmah dan nilai yang bermanfaat serta selalu mengingat Allah dan meningkatkan ibadah kepada Allah. (Ilham)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Demikianlah akibatnya jikalau kita beragama hanya membeo, tanpa mengetahui dasar dan esensi dari yang kita ucapkan dan amalkan, semoga kita terhindar dari sifat membeo tersebut

Posting Komentar