Pages

Jumat, 23 September 2011

Buah dari Tawakkal

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Buah dari tawakkal kepada Allah Ta’ala amatlah banyak.

Yang paling utama adalah “Allah akan mencukupi segala urusan orang yang bertawakkal.”

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 3)

Barangsiapa yang menyandarkan urusannya pada Allah, hanya menyandarkan kepada Allah semata, ia pun mengakui bahwa tidak ada yang bisa mendatangkan kebaikan dan menghilangkan bahaya selain Allah, maka sebagaimana dalam ayat dikatakan, “Allah-lah yang akan mencukupinya.” Yaitu Allah menyelamatkannya dari berbagai bahaya. Karena yang namanya balasan sesuai dengan amal perbuatan. Ketika seseorang bertawakkal pada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, Allah pun membalasnya dengan mencukupinya, yaitu memudahkan urusannya. Allah yang akan memudahkan urusannya dan tidak menyandarkan pada selain-Nya. Inilah sebesar-besarnya buah tawakkal.

ILMU, ADAB DAN TATA CARA MENCARINYA

MUQODDIMAH

Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Alloh Azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sodaqoh. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orangnya, dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat. (HR. Ar-Rabii')

"Katakanlah (wahai Muhammad) apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui". (QS. Az Zumar: 9).

Wahai Aba Dzar, kamu pergi mengajarkan ayat dari Kitabullah lebih baik bagimu daripada shalat (sunnah) seratus rakaat, dan pergi mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan baik dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik daripada shalat seribu raka'at. (HR. Ibnu Majah)

Ibnu Taimiyah : ilmu yang baik adalah ilmu yang mengarah kepada pemahaman Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena keduanya merupakan warisan Nabi. Siapa mau mengambil keduanya, maka akan beruntung.

Ibnu Abbas : benih-benih pengetahuan adalah mempelajari ilmu.

Ibnul Mubarok : pertama kali ilmu adalah niat, kemudian mendengarkan, kemudian memahami, kemudian menghafal, kemudian mengamalkan, kemudian menyampaikan kepada orang lain.

Umar Maula Ghufroh : Orang yang pandai itu masih bisa dikatakan pandai selama ia tidak mendahulukan akal/hawa nafsu / ro’yu-nya kemudian ia mau mendatangi orang yang lebih pintar lagi darinya untuk menimba ilmunya.

Abu Kholid Al-Ahmar : akan datang suatu masa, mushaf Al-Qur’an dan tafsirnya tidak dibaca dan dikaji lagi, manusia saat itu hanya mengikuti pembicaraan dan pendapat seseorang. Hindarilah sikap seperti itu, jika tidak, hal itu hanya akan menampar wajah, memperpanjang komentar yang tidak jelas ujung pangkalnya dan membuat rusaknya hati.

Rusaknya pemikiran, mental & tindakan manusia hari ini merebak di berbagai kolong bumi. Keluarga yang nampaknya muslim telah teracuni pemikiran sekuler dan kafir, sehingga mereka jauh dari pemahaman Islam yang benar. Secara lahiriyah, gelar-gelar akademis sebagai Guru, Alim-ulama, Doktor, Sarjana, Profesor dan status sosial di tengah masyarakat sebagai ketua RT, RW, Lurah, Camat, Bupati, Gubernur, Menteri, Presiden bahkan sampai Direktur perusahaan tertentu telah mereka raih, akan tetapi hal itu tidak menjadikan mereka merasa takut kepada Allah dan semakin benar sikap ibadah kepada-Nya, bahkan bersikap sebaliknya.

Hal ini barangkali disebabkan ketika mencari ilmu, ada beberapa hal yang tidak benar, yaitu belum mengerti adab-adab mencari ilmu dan bagaimana cara meraih/mendapatkan ilmu yang bermanfaat. agar diri dan keluarga muslim tidak terjebak oleh pengaruh orang-orang kafir dan sekuler, kita ikuti kajian berikut ini.

Minggu, 18 September 2011

[Si Belang – Si Botak –Si Buta]


Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, dia pernah mendengar Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  bersabda, "Pada zaman dahulu, ada tiga orang Bani Israil yang terserang penyakit yang berbeda. Yang satu terserang penyakit kusta, hingga mempunyai kulit yang belang. Yang satu lagi terserang penyakit kudis, hingga kepalanya botak. dan yang terakhir terserang penyakit buta. Karena ingin menguji keimanan tiga orang ini, maka Allah pun mengutus seorang malaikat kepada mereka

Dengan Siapa Kamu Berteman


عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ الْهَمْدَانِيُّ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
Dari Abu Musa RA dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Sesungguhnya perumpamaan teman dekat yang baik dan teman dekat yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Seorang penjual minyak wangi terkadang mengoleskan minyak wanginya kepada kamu dan terkadang kamu membelinya sebagian atau kamu dapat mencium semerbak harumnya minyak wangi itu. Sementara tukang pandai besi adakalanya ia membakar pakaian kamu ataupun kamu akan mencium baunya yang tidak sedap" [H.R Muslim]
Manusia, kita sebut sebagai makhluk sosial dikarenan dirinya tidak dapat hidup seorang diri. Maksudnya adalah bahwa dia tidak dapat memenuhi semuanya dengan usaha sendiri, tentlah ia membutuhkan bantuan baik dari orang tuanya maupun dari temannya ataupun dari pihak lain. Tentunya semua yang dapat ia lakukan itu atas izin dari Allah jalla jalaaluh.