Oleh : Prof. DR H Moh Ali Aziz, M.Ag
”Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan”. (QS At-Taubah [9]: 82)
Pada ayat-ayat sebelum ayat di atas, Allah menjelaskan sifat-sifat orang munafik. Mereka mengatakan, ”Andaikan kami diberi rizki yang banyak, pastilah akan kami sedekahkan sebanyak-benyaknya dan kami menjadi orang-orang yang shaleh”. Setelah keinginan itu dipenuhi Allah, mereka menjadi kikir dan menjauh dariNya. Mereka tertawa riang ketika tidak ikut berjuang bersama Rasulullah, sehingga harta mereka utuh karena tidak ikut membiayai perjuangan dan mereka juga terlepas dari resiko mati di medan perang. Pada ayat di atas Allah memberi ultimatum, jika mereka tetap tertawa dan bersenang-senang dengan sikapnya itu, maka mereka bisa memuaskan tawanya sampai mati. Tapi itu sebenarnya tawa yang singkat dibanding tangisan yang ia rasakan selamanya di akhirat kelak.
Antara tawa dan tangis juga disebutkan oleh Allah pada QS. An-Najm [53]:59-62: ”Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? dan kamu menertawakan dan tidak menangis? dan kamu mengabaikannya? Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia). (QS. An-Najm [53]:59-62) Dalam Tafsir Ibnu Katsir dan At-Thabary dijelaskan maksud ayat ini adalah keheranan Allah kepada orang-orang kafir Quresy. Mengapa mereka tetap heran dengan wahyu Al-Qur’an yang diterima Rasulullah, lalu menertawakan isinya? Mengapa mereka tidak menangis mendengar ancaman siksa Allah untuk para pelaku dosa padahal mereka juga pelaku dosa dan mengapa mereka acuh dengan pesan-pesan al-Qur’an?