Tak terasa
69tahun kita mengenang perjuangan bangsa dalam mengusir ketidak adilan penjajah
yang menguasai Tanah Air nan subur ini. Hari ini, Senin, 10 November 2014, kita
memperingati sebuah momentum perjuangan putra-putri bangsa yang rela
mengorbankan harta, keluarga, darah dan jiwa mereka untuk mempertahankan
Kemerdekaan Indonesia. Sahabatku semuanya, masih teringat sebuah perjuangan
Arek-arek Suroboyo yang dikomando oleh salah seorang pejuang yang selalu
memekikkan sebuah ucapan yang begitu mulia dan menggetarkan jiwa dan mampu
mengobarkan semangat juang dalam melawan Inggris, dan peristiwan tersebut
sering kita kenang hingga hari ini sebagai, “HARI PAHLAWAN”.
Cita-cita sejati seorang pejuang besar, ingin mendidik anak-anak muda
bangsa menjadi patriot bangsa. Baginya
perjuangan tak memiliki arti, bila tak ada generasi penerus yang memiliki jiwa
patriot. Demikian sedikit rencana mulia seorang patriot bangsa yang lahir di
Surabaya pada tanggal 3 Oktober 1920, dengan nama Sutomo yang lebih dikenal
sebagai Bung Tomo.Sebagai pejuang, tak henti-hentinya memikirkan nasib bangsa.
Bung
Tomo khawatir jika tak ada generasi penerus yang berjiwa patriot, maka bangsa
Indonesia akan hancur dan tentu akan kembali di jajah dalam bentuk lain.
Jiwa patriot yang tertanam dalam dada Bung Tomo, adalah jiwa patriot
yang lahir dari kekuatan iman seorang Muslim. Bung
Tomo meyakini bahwa berjuang dengan niat ikhlas membela kemerdekaan serta kedaulatan bangsa atas nama
Allah, maka tak ada satu pun kerugian yang ia dapatkan. Untuk itulah, saat pemerintah waktu itu dianggap terlalu lambat dalam menghadapi pergerakan Belanda
yang membonceng sekutu, Bung Tomo bersama rakyat melahirkan Barisan Pemberontakan
Rakyat Indonesia (BPRI), dansejak 12 Oktober 1945 ia menjadi pucuk pimpinan di
BPRI.
BungTomo yang
lahir dari kepanduan, telah dibekali pemahaman serta pengajaran agama yang
matang. Beliau memegang teguh prinsip bahwa sebagai seorang pandu dan pejuang
bangsa, dirinya harus suci dalam perkataan ataupun perbuatan. Bekal inilah yang
menjadi pondasi dasar dalam setiap pergerakan perjuangannya, sekikan pekikan “ALLAHU
AKBAR” yang selalu terdengar dalam menyemangati perlawanan pemuda dan
rakyat memiliki kekuatan yang begitu besar dan tak tertandingi.
Kalimat “ALLAHU
AKBAR” , serta semboyan “Merdeka atau Mati Syahid!”, merupakan
semboyan yang sangat akrab diteriakkan melalui corong radioSaat itu hanya ada dua orang besar yang mampu mengobarkan semangat perlawanan melalui pidato-pidato perjuangan,
Bung Tomo dan Soekarno.
Kisah-kisah
perjuangan yang sangat menarik banyak lahir dalam setiap kali terjadi aksi
pertempuran, dan ini bukti dari pertolongan Allah kepada para tentaranya yang
rela mengorbankan jiwa dan hartanya demi menegakkan nilai-nilai kebenaran. Sebagaimana
yang dialami Bung Tomo dalam satu perang gerilya,
bersama pasukannya saat sudah tak bisa lagi berbuat apa-apa karena pesawat Belanda ketika itu telah mengepung dari atas dan tak ada lagi tempat berlindung. Namun atas kebesaran dan kekuasaan
Allah, gumpalan awan menutupi Bung Tomo beserta pasukannya yang
berada dalam sasaran tembak pesawat-peswat tempur Belanda.
Inilah yang semakin mengokohkan jiwa perlawanan Bung
Tomo. Semangat jihadnya terus meningkat,
dan ia tanamkan kepada teman-teman seperjuangannya. Termasuk saat terjadi perisitwa 10
November 1945, Bung Tomo adalah penggerak perlawanan rakyat yang
didukung oleh ulama-ulama Surabaya kala itu. Untuk itulah sebagai seorang pejuang besar
yang bergerak bersama dengan pekikan Allah Akbar, Bung Tomo menjadi orang yang
paling diinginkan Belanda.Bagi yang dapat menangkap atau pun membunuh Bung Tomo,
Belanda menjanjikan hadiah besar.
Perjuangan kala itu benar-benar membutuhkan pengorbanan
yang besar, dan salah satunya adalah pengorbanan jiwa dengan tulus.Di antara tahun
1945-1949, sebagai bentuk lain perjuangan, Bung Tomo membentuk pasukan berani mati,
yakni pasukan bom syahid yang
siap mengorbankan jiwanya untuk menghancurkan tentara sekutu dan Belanda yang
ingin kembali menancapkan kukunya di bumi pertiwi. Suasana revolusi saat itu,
benar-benar melahirkan banyak jiwa-jiwa patriot. Sehingga Bung Tomo pun
sangat terharu ketika seorang pemuda dengan perawakan lusuh dan datang jauh dari Surabaya,
sekadar ingin bergabung menjadi pasukan bom syahid yang siap meledakkan dirinya kearah
tank-tank penjajah.
Pasukan bom syahid
yang dibentuk oleh Bung Tomo,
adalah pasukan terlatih dan benar-benar ditempa keimanannya. Termasuk pemuda yang
telah mengesankan Bung Tomo, ia menjadi bom syahid pertama yang menubrukkan dirinya ke
tank Belanda. Dan bersama dengan hancurnya tank tersebut, bersamaan itu pula
lahir satu syuhada yang menjadi bunga bangsa dan teladan bagi siapa pun yang mengaku sebagai pejuang bangsa dan
agama.
Sebagai seorang
pejuang yang berjuang bersama buruh, petani, tukang becak, dan rakyat jelata
lain, Bung Tomo tetap mempertahankan kehidupan bersahaja, dan tak pernah mau
menerima dalam bentuk apa pun fasilitas dari pemerintah setelah revolusi
kemerdekaan usai. Bung Tomo tetaplah pejuang yang memikirkan rakyatnya,
memikirkan bangsanya. Pengabdian terhadap bangsa dan negara tetap ia teruskan,
semua demi satu tujuan dan keyakinan bahwa surga akan menanti di hadapannya.
Tanggal 16
Okotober tahun 1981, setelah melaksanakan wukuf di Arafah dalam rangkaian
ibadah haji, Bung Tomo yang dilahirkan sebagai pejuang bangsa menutup usianya
di tempat suci dan pada hari yang dimuliakan oleh Allah. Semoga Allah Subhanahu
Wa Ta’ala menerima amal ibadahnya dan menempatkan dalam surgaNya bersama
orang-orang sholeh. Aamiin....
MERDEKA......
MERDEKA.....
Allahu
Akbar....
|
0 komentar:
Posting Komentar