Dalam konteks kekinian rahmat Allah dapat saja berada dalam
amal yang sungguh sepele. Mungkin saja rahmat itu terletak dalam diri
anak-anak jalanan yang mengulurkan tangan ke hadapan kita, atau di dalam
diri pengamen yang menyanyikan lagu sumbang tak jelas suara dan
nadanya. Dan juga mungkin sekali rahmat itu terletak dalam amal kita
dalam memberi selembar kertas koran sebagai alas shalat jum’at. wal
hasil sekecil apapaun amal itu tidak boleh kita sepelekan.
اَلْحَمْدُ لله
الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ
عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ ، أَشْهَدُ أَنْ
لَا اله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله.اللهم
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أما بعد
فياعباد الله أوصيكم ونفسى بتقوى الله فقد فاز المتقون, اتقو الله حق تقاته
ولاتموتن ألا وأنتم مسلمون
Materi khotbah kali ini merupakan penjabaran dari istilah rahmat dalam ayat Az-Zumar 53 yang berbunyi:
قُلْ يَا عِبَادِيَ
الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ
اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Bahwasannya kita semua dilarang untuk merasa putus asa atas rahmat
Allah swt. Bagaimana kita akan putus asa kalau kita sendiri tidak
memahami rahmat itu sendiri. Oleh karena itulah tema khotbah kali ini
akan lebih banyak membicarakan hal tersebut.
Sebuah kisah yang berdasarkan pada hadist Rasulullah saw dari cerita
Malaikat Jibril “sungguh dahulu pernah ada seorang hamba (‘abid) yang
tinggal seorang diri di sebuah gunung paling tinggi di dunia. Begitu
tingginya gunung itu, sehingga aku (jibril) sering melaluinya ketika
hendak turun dari langit melaksanakan titah dari Yang Maha Kuasa. Gunung
itu tidak begitu luas, tetapi cukup lengkap persediaan bahan makanan
dan buah-buahan juga air terjun yang menyegarkan. Hal itu mempermudah
‘abid menjaga perut dari kekosongan dan memudahkannya berwudhu sehinga
ia selalu dalam keadaan suci.
Di atas gunung yang sangat indah itu, ‘abid hidup selama lima ratus
tahun. Ia tidak punya kegiatan, selain beribadah, bermunajat, dan
berdo’a, tidak pernah terlintas dibenaknya untuk berbuat dosa dan
mendurhkai-Nya. Salah satu do’a yang dikabulkan Allah swt adalah
permohonannya setiap saat untuk mati dalam keadaan sujud. Demikianlah,
akhirnya ‘abid meninggal dunia dalam usia limaratus tahun.
Setelah kematiannya Allah swt berkata kepadanya ‘wahai hambaku karena
rahmat-Ku, kau akan segera aku masukkan ke dalam surga’. Mendengar
pernyataan tersebut si ‘abid berubah mukanya, terkesan tidak terima.
Karena ia merasa bahwa amal-ibadahnnya selama lima ratus tahun tanpa
dosa lah yang menyebabkannya layak masuk ke surga. Bukan semata karena
rahmat-Nya. Demikian protes ‘abid kepada Allah swt.
Mafhum apa yang dimaksud oleh si ’abid. Maka segeralah Allah
menugaskan seorang malaikat untuk menghitung dan menimbang seluruh
amal-ibadahnya selama lima ratus tahun tanpa dosa yang diandalkannya
sebagai modal meraih sorga. Kemudian ditimbangnya amal tersebut
dibandingkan dengan rahmat pemberian-Nya. Ternyata rahmat Allah swt yang
diberikan kepada ‘abid yang terdapat dalam mata (termasuk di dalamnya
kemampuan melihat) saja jauh lebih berat nilainya dibandingkan dengan
ibadahnya selama lima ratus tahun. Belum nikmat anggota badan yang lain,
otak, kaki, tangan, dan seterusnya.
Maka sesuai dengan protes yang diajukannya, Allahpun memerintahkan
malaikat untuk menyeret si ‘abid ke dalam neraka. Karena nilai
amal-ibadahnya jauh lebih ringan dari pada rahmat yang terdapat pada
mata. Ketika itulah si ‘abid baru sadar ternyata kebergantungannya pada
amal tidak dapat menyelamatkannya. Segera ia meminta ampunan dan
mengakui akan segala kesalahan dan kesombongannya. Ia terlalu
mengandalkan amal ibadahanya dan mengabaikan rahmat-Nya.
Akhirnya Allah mengampuninya dan sekali lagi menanyakan kepada si
‘abid “apakah engkau masuk surga ini karena amalmu?’ si ‘abid menjawab
“tidak ya Allah Tuhanku, sungguh ini semua karena rahmat-Mu”.
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Cerita di atas membuktikan betapa hidup manusia ini sangat tergantung
pada rahmat Allah swt sebagai pengatur alam jagad raya. Ia-lah yang
menentukan semuanya. Ia berhak melakukan apapun kepada makhluk-Nya.
Sebagai Sang Pencipta, sebagai Sang Maha Kuasa, Dia bebas menyiksa dan
mengganjar siapa saja yang Ia mau. Tidak ada yang dapat membatasi
gerak-Nya. Ketundukan atau kedurhakaan kita kepada-Nya tidaklah mampu
menggeser kekuasaannya walau sedikitpun. Oleh karena itulah hidup semua
makhluk ini sungguh-sungguh tergantung paa rahmatnya, bukan pada
kesalehan amal ibadah kita.
Oleh karena itulah kita diajari sebuah do’a yang sangat masyhur:
ارحمنا ياالله لان رحمتك أرجى لنا من جميع أعمالنا, واغفر لنا ياالله لان مغفرتك اوسع من ذنوبنا
Irhamna ya Allah, lianna rahmataka arja lana min jami’i a’mlina.
Waghfir lana ya Allah, lianna maghfiratakan ausa’u lana min dzunubina.
Ya Allah kasihanilah kami, karena rahmat-Mu lebih kami harapkan
dari pada semua amal kami. Dan ampunilah kami, karena pengampuanan-Mu
lebih luas dari pada dosa-dosa kami.
Begitulah hendaknya, manusia sebagai hamba yang lemah tidak
dibenarkan terlalu merasa aman dengan amal ibadah yang telah kita
kerjakan. Karena hal itu tidak serta merta mampu menyelamatkan diri
kita. Karena keselamatan dan pertolongan itu terkandung dalam
rahmat-Nya.
Dengan kata lain, sungguh merugi jika manusia merasa nyaman dengan
tumpukan dan penjumlahan amal yang telah dilakukannya, dengan harapan
amal-ibadah itu akan menyelamatkannya dari api neraka. Sebuah kisah
masyhur dari kitab Nashaihul Ibad karya Syaikh Nawawi
al-Bantani tentang al-Ghazali. Diceritakan bahwa Imam Ghazali tampak
dalam mimpi, maka ia ditanya “apa yang Allah lakukan kepadamu?” lalu ia
menjawab “Allah membiarkanku di hadapan-Nya, kemudian Allah berkata,
Kenapa Engkau dihadapkan kepada-Ku, apa yang engkau bawa? Maka aku
(al-Ghazali) menyebutkan segala amal-ibadahku. Tapi Allah menjawab
“sesungguhnya Aku tidak menerima semua amal-ibadahmu, kecuali satu amal
pada suatau hari ketika kamu membiarkan sesekor lalat hinggap di atas
tintamu dan meminum tinta itu dari ujung penamu, serta engkau
membiarkannya karena kasihan kepada lalat itu”. Kemudia Allah berkata
“wahai malaikat, bawalah hambaku ini ke surga”.
Fragmen Al-Ghazali ini menunjukkan kepada kita bahwa posisi rahmat
Allah itu sangat rahasia. Ia bisa terdapat bentangan amal kita yang
tidak kita ketahui persisnya. Beratus-ratus kitab karya al-Ghazali,
bertahun-tahun ibadahnya, tetapi rahmatnya malah terdapat di tinta pada
ujung penanya? Bukankah secara logika ratusan karya itu lebih bernilai?
Tidak demikian. Rahmat-Nya tidak dapat dikalkulasi, diprediksi dan
diperinci karena rahmat itu adalah hak prerogatif milik-Nya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Oleh karena itulah tidak dibenarkan bagi kita untuk menilai rendah
sebuah amal ibadah. Walaupun itu sekedar menghindarkan duri dari tengah
jalan. Karena bisa saja amal itu yang dirahmati Allah swt. Kita tidak
boleh meremehkan amal walau sekecil apapun siapa tahu itulah yang akan
menyelamatkan kiat di akhirat nanti Bukankah Sayyidina Umar masuk surga
karena sekedar menyelamatkan burung emprit yang dibelinya dari seorang
anak kecil yang menyiksa burung itu? cerita ini kemudian diabadikan
dengan sebutan kitab úsfuriyah. Begitu sebaliknya. Kita tidak
dibenarkan pula menyombongkan amal ibadah walau sebesar apapun amal
tersebut. Karena belum tentu amal itu mengandung rahmat-Nya.
Jama’ah Jum’ah yang Disayangi Allah
Dalam konteks kekinian rahmat Allah dapat saja berada dalam amal yang
sungguh sepele. Mungkin saja rahmat itu terletak dalam diri anak-anak
jalanan yang mengulurkan tangan ke hadapan kita, atau di dalam diri
pengamen yang menyanyikan lagu sumbang tak jelas suara dan nadanya. Dan
juga mungkin sekali rahmat itu terletak dalam amal kita dalam memberi
selembar kertas koran sebagai alas shalat jum’at. wal hasil sekecil
apapaun amal itu tidak boleh kita sepelekan.
Hal ini tentunya akan mengajak kita memandang fenomena akan lebih hati-hati dan tidak mudah syu’ud dhann.
Janganlah kita mudah buruk sangka dan memandang remeh kepada pekerjaan
orang lain. Tukang sayur yang mangkal setiap pagi, tukang loper koran,
tukang ojek dan tukang-tukang lain yang sering kita nikmati jasanya
tanpa kita kenal profilenya dengan dekat, bahkan seringkali kita jadikan
kambing hitam, bisa jadi pekerjaan merekalah yang mengandung rahmat
Allah swt dibandingkan pekerjaan kita.
Akhirul kalam, bahwasannya manusia tidak boleh berputus asa
untuk terus memburu rahmat Allah, karena sesungguhnya rahmat itu amat
luasnya, hanya kebanyakan manusia tidak memahami hikmah dibalik itu
semua.
Demikianlah khotbah jum’ah kali ini semoga membawa banyak man’faat.
Minimal meyakinkan pada diri kita agar tidak mudah memandang remeh pada
amal-amal kecil dan juga amal-amal orang lain.
هدانا الله واياكم أجمعين, أقول قول هذا وأستغفر الله العظيم لى ولكم ولسائر المسلمين والمسلمات فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ
عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,9-id,50621-lang,id-c,khotbah-t,Upaya+Meraih+Rahmat+Allah+swt-.phpx
0 komentar:
Posting Komentar