Pages

Senin, 30 Desember 2013

# Nanti saya akan istiqamah setelah kita nikah #


سئل معالي الشيخ صالح الفوزان حفظه الله : هل يجوز أتزوج امرأة غير مستقيمة لكن تقول ستستقيم و تلتزم بعد الزواج؟
جواب: اذا استقمت و التزمت فلا بأس , أما اذا لم تلتزم فاتركها

Syaikh Dr. Shaleh Al Fauzan hafidzahullah ditanya: Wahai syaikh, bolehkan kita menikahi seorang wanita yang belum istiqamah (agamanya)? Tetapi dia berkata bahwa akan istiqamah setelah menikah.

Syaikh menjawab yang maknanya: Tidak boleh menikah dengan wanita yang tidak istiqamah. Kenapa wanita itu harus menunggu istiqomah setelah menikah?Nikahilah jika wanita tersebut telah istiqomah, kalau belum maka jangan.

[Sesi Tanya jawab dars Fathul Majid, 21/2/1435H]

Catatan penting:
Seringkali seseorang yang sedang mencari pasangan hidup terbuai dengan janji-janji…
Nanti saya akan masuk Islam setelah kita nikah…
Nanti saya akan rajin sholat setelah menikahimu…
Nanti saya akan rajin ‘Ngaji’ setelah kita akad …
Nanti saya akan… dst…
Kalau dia memang ada niatan kuat untuk memperbaiki diri kenapa harus menunggu setelah nikah??
Catatan Tambahan:

1. Saya TAKUT, orang awam memaknai kata 'Tidak Boleh' dalam 'terjemahan makna' diatas sebagai kata 'HARAM', padahal TIDAK semua larangan adl Haram.

2. Terjemahan bebasnya adl sbb:

Telah ditanya Syaikh Sholih Fauzan Hafidzahullah :

Bolehkah seorang laki-laki menikah dengan perempuan yang tidak istiqomah karena perempuan tersebut berkata : 'saya akan istiqomah dan BERKOMITMEN setelah menikah'?

Maka dijawab : Apabila dia telah istiqomah dan telah berkomitmen maka tidak apa-apa, tapi jika belum berkomitmen maka tinggalkanlah dia.

3. Penjelasan ringkasnya

Begini pak, jawaban beliau masih rancu, karena menggunakan Fi'il madhi yang berarti 'telah'.

Dari kerancuan tersebut, penerjemah diatas langsung menggunakan Mafhum Mukholafah sehingga kalimat "Apabila dia telah istiqomah dan telah berkomitmen maka tidak apa-apa" beliau maknai "Tidak boleh menikah dengan wanita yang tidak istiqamah". Memang penggunaan mafhum mukholafah boleh dalam ushul fiqih, namun untuk berhati-hati sy melihat kelanjutan dari perkataan tersebut.

selanjutnya beliau berkata "amma idzaa..." (tetapi apabila...),
secara tersirat beliau telah menjelaskan bahwa mafhum mukholafahnya adl "Meninggalkan wanita yang belum bisa berkomitmen", dan beliau TIDAK mengatakan bahwa tidak boleh.

Karena kita sama-sama tidak tahu kondisi penanya pada saat itu, maka saya berhusnudzon bahwa
Kalimat amr 'Tinggalkanlah' bukan berarti melarang u/ menikah, dimungkinkan saat itu beliau menilai lelaki tersebut masih belum kuat imannya sehingga beliau takut apabila menikah maka lelaki tersebut akan semakin melemah imannya, maka beliau memerintahkan untuk Meninggalkannya.

* * FOKUS * *

Hemat saya, kalimat perintah 'Meninggalkan' disini belum sampai pada tingkatan Haram, melainkan MAKRUH. Sebagaimana keMAKRUHan seorang lelaki yang menikah dengan perempuan yahudi/nashrani..

sebagaimana Utsman ibn 'Affan menikah dengan Ibnatul Farafishah al Kalabiyyah, seorang nasrani kemudian masuk Islam. Thalhah ibn Ubaidillah menikahi perempuan dari Bani Kulayb nasrani atau yahudi. Hudzaifah ibn al Yaman menikahi seorang perempuan yahudi. (Mukhtashar al Badr al Munir, hal 205

0 komentar:

Posting Komentar