Pages

Jumat, 16 Desember 2011

Ilmu Tidak Diraih dengan Badan yang Malas

Ada sebuah kisah yang menarik yang dibawakan oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A'lamin Nubala' yang bisa jadi motivasi bagi setiap penuntut ilmu. Kisahnya adalah sebagai berikut:
وقال الرازي: وسمعت علي بن أحمد الخوارزمي يقول: سمعت عبد الرحمن بن أبي حاتم يقول: كنا بمصر سبعة أشهر، لم نأكل فيها مرقة، كل نهارنا مقسم لمجالس الشيوخ، وبالليل: النسخ والمقابلة.
قال: فأتينا يوما أنا (1) ورفيق لي شيخا، فقالوا: هو عليل، فرأينا في طريقنا سمكة أعجبتنا، فاشتريناه، فلما صرنا إلى البيت، حضر وقت مجلس، فلم يمكنا إصلاحه، ومضينا إلى المجلس، فلم نزل حتى أتى عليه ثلاثة أيام، وكاد أن يتغير، فأكلناه نيئا، لم يكن لنا فراغ أن نعطيه من يشويه.
ثم قال: لا يستطاع العلم براحة الجسد (2).
Ar Rozi berkata, "Aku pernah mendengar 'Ali bin Ahmad Al Khawarizmi menyatakan bahwa beliau pernah mendengar bahwa 'Abdurrahman bin Abu Hatim bercerita,
"Kami pernah berada di Mesir selama tujuh bulan dan kami tidak pernah menyantap makanan berkuah. Pada setiap siang, kami menghadiri majelis para Syaikh. Sedangkan di malam hari, kami menyalin pelajaran dan mendiktekannya kembali. Pada suatu hari, aku bersama sahabatku ingin menemui seorang guru (Syaikh). Namun di tengah perjalanan, ada yang berkata bahwa guru tersebut sedang sakit. Lantas di tengah perjalanan, kami melihat ikan yang menarik hati kami. Kami pun membelinya. Ketika tiba di rumah, ternyata datang lagi waktu bermajelis, sehingga kami belum sempat mengolah ikan yang dibeli tadi. Kami pun langsung berangkat ke majelis. Demikian terus berlangsung hingga tiga hari. Akhirnya ikan itu membusuk. Lantas kami pun memakannya seperti itu dalam keadaan mentah. Saat itu kami tidak sempat memberikannya kepada seseorang untuk membakarnya. Kemudian 'Abdurrahman bin Abu Hatim berkata, "Laa yustatho'ul 'ilmu bi rohatil jasad" (Ilmu -agama- tidaklah bisa diraih dengan badan yang bersantai-santai). (Siyar A'lamin Nubala', 13/266)

Jumat, 09 Desember 2011

Tidak Pernah Membiarkan Waktu Tanpa Faidah

Al Qasim bin Asakir menceritakan tentang Sulaim bin Ayyub -seorang ulama yang berkonsentrasi dalam bidang fikih dilihat dari karya-karyanya-. Beliau berkata mengenai Sulaim, "Sulaim biasanya mengintrospeksi dirinya setiap desahan nafasnya. Beliau tidak pernah membiarkan waktu tanpa faidah. Beliau pasti mengisi waktunya dengan menyalin tulisan, belajar atau membaca. Sulaim bin Ayyub juga biasa menggerakkan kedua bibirnya (berdzikir) sampai seolah-olah bibirnya sedang meruncingkan pensil." (Siyar A'lamin Nubala', 17: 646)
Itulah satu teladan lagi yang bisa kita ambil dari para salaf. Waktu mereka selalu tersibukkan dengan dzikr, menulis, belajar dan membaca.
Kita juga dapat melihat kisah Abul Wafa bin Abu Aqil yang menceritakan tentang dirinya sendiri. Beliau berkata, "Sesungguhnya aku tidak pernah membiarkan diriku membuang-buang waktu meski hanya satu jam dalam hidupku. Sampai-sampai apabila lidahku berhenti berdzikir atau berdiskusi dan pandangan mataku juga berhenti membaca, segera pikiranku aktif kala aku beristirahat dengan berbaring. Ketika terbangun, pasti sudah terlintas pada pikiranku tentang apa yang mesti aku tulis. Dan ternyata aku mendapati hasratku untuk belajar pada umur 80-an. Waktu belajar saat itu lebih semangat daripada ketika aku berusia 20-an." (Al Muntazhim, Ibnul Jauzi, 9: 214)

Jumat, 02 Desember 2011

Faedah dari Supir Taxi yang Rajin Menghafal Al Quran

Baru kali ini ketika naik taxi, kami mendapatkan suasana berbeda. Di dalam taxi kami hanya sekitar 10 menit, namun beberapa pelajaran sudah kami dapatkan dari seseorang yang pekerjaannya sopir (yang mungkin dianggap remeh oleh sebagian orang).
Ia pertama kali membaca surat Yusuf pada ayat-ayat yang berbicara tentang saudara-saudara Yusuf yang menceritakan pada ayah mereka bahwa Yusuf telah dimakan serigala. Saya lantas bertanya, “Engkau menghafalkan Al Qur’an?” “Ia betul”, jawabnya.  “Berapa juz yang engkau hafal?”, tanya saya kembali. “Lima juz”, jawabnya. Ia menambahkan, “Namun saya  hanya menghafalkannya di taxi.”  “Masya Allah, itu sudah luar biasa”, tutur saya. Lantas setelah itu saya bertanya mengenai asal daerahnya. Ia menjawab bahwa ia berasal dari Ethiopia (negeri Habasyah). Dahulu, di Habasyah terdapat raja Najasyi yang masuk Islam dan mati di tengah-tengah orang Nashrani. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat ghoib untuk raja tersebut. Saya pun bertanya apa bahasa yang digunakan di Ethiopia. Ia menjawab ada dua bahasa. Satunya adalah bahasa Ethiopia dan bahasa daerah di sana. Saya pun kagum dengan bahasa Arabnya yang fasih. Ia menjawab bahwa yang bisa berbahasa Arab di Ethiopia hanyalah orang-orang yang pernah belajar. Ia pun sendiri lulusan syari’ah di Ethiopia. Di dalam taxi pun ia memberikan nasehat-nasehat berharga kepada saya tentang hafalan Qur’an dengan menyebutkan kalam Imam Syafi’i.

Kamis, 01 Desember 2011

Pengaruh Teman Bergaul yang Baik

Teman bergaul dan lingkungan yang Islami, sungguh sangat mendukung seseorang menjadi lebih baik dan bisa terus istiqomah. Sebelumnya bisa jadi malas-malasan. Namun karena melihat temannya tidak sering tidur pagi, ia pun rajin. Sebelumnya menyentuh al Qur’an pun tidak. Namun karena melihat temannya begitu rajin tilawah Al Qur’an, ia pun tertular rajinnya.